Monday, January 7, 2013

Etika Dalam Komputer



Etika Dalam Komputer

Etika komputer merupakan seperangkat nilai yang mengatur dalam penggunaan komputer. Jika dilihat dari pengertian masing-masing etika merupakan suatu ilmu/nilai yang membahas perbuatan baik atau buruk manusia yang dapat dipahami oleh pikiran manusia, sedangkan komputer sendiri merupakan alat yang digunakan untuk mengolah data. Sehingga jika kita menggabungkan pengertian dari kata etika dan komputer adalah seperangkat nilai yang mengatur manusia dalam penggunaan komputer serta proses pengolahan data. Jika dilihat dari sejerah etika komputer baru berkembang tahun 1940-an, dan sampai sekarang berkembang menjadi sebuah disiplin ilmu baru. Tokoh – tokoh yang menjadi pelopor perkembangan etika komputer :

Sejarah Etika Komputer

1950-an
Norbert Wiener
(Professor MIT)
1960-an
Donn Parker
(SRI Internasional Menlo Park California)
1970-an
J. Weizenbaum
Walter Maner
1980-an
James Moor
(Dartmouth College)
1990-an
s/d sekarang
Donald Gotterbam Keith Miller
Simon Rogerson, Dianne Martin, dll

·         Pada tahun 1940-an

Pada awal tahun 1940-an Profesor Norbert Wiener mengembangkan sebuah meriam antipesawat yang mampu melumpuhkan setiap pesawat tempur yang meintas di sekitarnya. Pengembangan tersebut kemudian memicu penelitian tentang perkembangan teknologi dan etika yang menciptakan suatu bidang riset baru yang disebut cybernetics atau the science of information feedback system. Yang kemudian membuat Wiener menarik kesimpulan etis tentang pemanfaatan teknologi yang sekarang dikenal dengan Teknologi Informasi (TI).

Dalam penelitiannya, Wiener juga meramalkan terjadinya revolusi sosial dari perkembangan teknologi informasi yang dituangkan dalam sebuah buku berjudul Cybernetics: Control and Communication in the Animal and Machine. Penelitian tersebut masih berlanjut hinggs tahun 1950-an. Konsep pemikiran tersebut yang menjadi fondasi dalam perkembangan etika komputer di masa mendatang.

·         Pada tahun 1960-an

Pada pertengahan tahun 1960-an. Doon Parker dari SRI International Menlo Park California melakukan berbagai riset untuk menguji penggunaan komputer yang tidak sah dan tidak sesuai dengan profesionalisme dalam bidang komputer. Parker juga dikenal sebagai pelopor kode etik profesi bagi profesionla di bidang komputer, yang ditandai dengan usahanya pada tahun 1968 ketika ditunjuk untuk memimpin pengembangan Kode Etik Profesional yang pertama dilakukan untuk Association for Computing Machinery(ACM).

 ·         Pada tahun 1970-an

Perkembangan etika komputer di era 1970-an diwarnai dengan adanya kecerdasan buatan yang memicu perkembangan program komputer yang memungkinkan manusia berinteraksi langsung dengan komputer, salah satunya ELIZA. Program psikoterapi Rogerian ini diciptakan oleh Joseph Weizenbaum dan memunculkan banyak kontroversi karena Weizenbaum telah melakukan komputerisasi psikoterapi dalam bidang kedokteran.

Perkembangan tersebut kemudian memunculkan istilah “Computer Ethic” yang dikemukakan oleh Walter Maner. Maner menawarkan suatu kursus eksperimental atas materi pokok tersebut pada Old Dominion University in Virginia. Sepanjang tahun 1978 ia juga mempublikasikan sendiri karyanya Starter Kit in Computer Ethic. Yang berisi material kurikulum dan pedagogi untuk para pengajar universitas dalam pengembangan pendidikan etika komputer. Era ini terus berlanjut hingga tahun 1980-an dan menjadi masa keemasan etika komputer, khususnya setelah diterbitkannya buku teks pertama mengenai etika komputer yang ditulis oleh Deborah Johnson dengan judul Computer Ethic.

·         Pada tahun 1900-an sampai sekarang

Sepanjang tahun 1990 berbagai pelatihan baru di universitas, pusat riset, konferensi, jurnal, buku teks dan artikel menunjukkan suatu keanekaragaman yang luas tentang topik di bidang etika komputer. Sebagai  contoh, pemikir seperti Donald Gotterbarn, Keith Miller, Simon Rogerson, dan Dianne Martin seperti juga banyak organisasi profesional komputer yang menangani tanggung jawab sosoal profesi tersebut. Etika komputer juga menjadi dasar lahirnya peraturan undang-undang mengenai kejahatan komputer.

·         Etika Komputer di Indonesia

Sebagai negara yang tidak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi komputer, Indonesia pun tidak mau ketinggalan dalam mengembangkan etika di bidang tersebut. Mengadopsi pemikir-pemikir dunia di atas, etika di bidang komputer berkembang menjadi kurikulum wajib yang dilakukan oleh hampir semua pergurugan tinggi di bidang komputer di Indonesia. Selain itu, tingginya penggunaan komputer di Indonesia memicu pelanggaran-pelanggaran dalam penggunaan internet.Besarnya tingkat pembajakan di Indonesia membuat pemerintah Republik Indonesia semakin gencar menindak pelaku kejahatan komputer berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta no.19 Tahun 2002. Upaya ini dilakukan oleh pemerintah RI untuk melindungi hasil karya orang lain dan menegakkan etika dalam penggunaan komputer.

Adapun tahap revolusi dalam komputer yang dikemukakan oleh James Moor :

Dari perkembangan-perkembangan yang telah dikemukakan oleh para pemikir dunia komputer dapat disimpulkan bahwa etika komputer merupakan hal yang penting untuk membatasi adanya penyalahgunaan teknologi/komputer yang dapat merugikan orang lain. Dengan adanya etika komputer segala kegiatan yang dilakukan dalam dunia komputer memiliki aturan-aturan/nilai yang mempunyai dasar ilmu yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Sehingga etika komputer dapat membatasi apa saja yang boleh dilakukan dan apa saja yang menjadi pelanggaran dalam penggunaan komputer. Adapun isu-isu dalam Etika Komputer :

1. Kejahatan Komputer(Computercrime)

Pesatnya perkembangan teknologi komputer membawa dampak positif bagi perkerjaan manusia sekarang ini, namun di sisi lain juga membawa dampak negatif terutama bagi pihak-pihak yang menyalahgunakan dan mencari keuntungan dengan cara yang tidak dibenarkan. Hal ini memunculkan suatu anggapan tentang kejahatan di dunia komputer yang sering disebut “Computercrime”. Kejahatan komputer juga dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal. Hal tersebut terjadi karena banyaknya orang yang melakukan kejahatan komputer mengabaikan adanya etika dalam penggunaan komputer.

2. E-commerce

Perkembangan teknologi juga berpengaruh pada perekonomian dan perdagangan negara. Melalui internet transaksi perdagangan menjadi lebih cepat dan efisien. Namun perdagangan melalui internet ini memunculkan permasalahan baru seperti perlindungan konsumen, permasalahan kontrak transaksi, masalah pajak dan kasus-kasus pemalsuan tanda tangan digital. Untuk menangani hal tersebut, para penjual dan pembeli menggunakan Uncitral Model Law on Electronic Commerce 1996 sebagai acuan dalam melakukan transaksi lewat internet.

3. Pelanggaran HAKI(Hak Atas Kekayaan Intelektual)

Kemudahan-kemudahan yang diberikan internet menyebabkan terjadinya pelanggatan HAKI seperti pembajakan program komputer, penjualan program ilegal dan pengunduha ilegal.

4. Netiket

Internet merupakan salah satu bukti perkembangan pesat dari teknologi komputer. Internet merupakan sebuah jaringan yang menghubungkan komputer di dunia sehingga komputer dapat mengakses satu sama lain. Internet menjadi peluang baru dalam perkembangan dunia bisnis, pendidikan, kesehatan, layanan pemerintah dan bidang-bidang lainnya. Melalui internet, interaksi manusia dapat dilakukan dari berbagai belahan dunia tanpa harus saling bertatap muka. Tingginya penggunaan internet melahirkan aturan baru di bidang internet yaitu netiket. Netiker merupakan etika acuan dalam berkomunikasi menggunakan internet. Standar netiket ditetapkan oleh IETF(The Internet Engineering Task Force), sebuah komunitas internasional ynag terdiri dari operator, perancang jaringan dan peneliti yang terkait dengan pengopersian internet.

5. Tanggung Jawab Profesi

Seiring perkembangan teknologi, para profesional di bidang komputer sudah melakukan spesialisasi bidang pengetahuan dan sering kali mempunyai posisi yang tinggi dan terhormat di kalangan masyarakat. Maka dari itu mereka memiliki tanggung jawab yang tinggi, mencakup banyak hal dari konsekuensi profesi yang dijalaninya. Para profesional menemukan diri mereka dalam hubungan profesionalnya dengan orang lain. Mencakup pekerja dengan pekerjaan, klien dengan profesional, profesional dengan profesional lain, serta masyarakat dengan profesional.

  Banyak perkembangan teknologi yang sekarang ini ada di sekitar kita dan sudah menjadi bahan pokok yang tidak bisa dipisahkan dari  kehidupan manusia. Tetapi dari perkembangan tersebut pasti juga membawa dampak negatif serta mendatangkan suatu kesempatan terutama bagi pihak-pihak yang bertujuan menyalahgunakannya untuk kepentingan/keuntungan pribadi. Sehingga penting untuk diadakannya pendidikan tentang etika dalam menggunakan komputer. Demikian pengkajian tentang etika komputer yang saya lakukan. Semoga dapat memberikan manfaat.



Esensi Dari Perkembangan Teknologi Informasi Dan Telekomunikasi Pada Penggunaan Etika Komputer

Isi substansi Data dan Informasi yang merupakan input dan output dari penyelenggaraan sistem informasi dan disampaikan kepada publik (Content). Dalam hal ini penyimpanan data dan informasi tersebut akan disimpan dalam bentuk databases dan dikomunikasikan dalam bentuk data messages; 

·         Sistem Pengolahan Informasi (Computing and/or Information System) yang merupakan jaringan sistem informasi (computer network) organisasional yang efisien, efektif dan legal. Dalam hal ini, suatu Sistem Informasi merupakan perwujudan penerapan perkembangan teknologi informasi kedalam suatu bentuk organisasional/organisasi perusahaan (bisnis).

·         Sistem Komunikasi (Communication) yang juga merupakan perwujudan dari sistem keterhubungan (interconnection) dan sistem pengoperasian global (interoperational) antar sistem informasi/jaringan komputer (computer network) maupun penyelenggaraan jasa dan/atau jaringan telekomunikasi.



Cyberspace

Cyberspace yaitu sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata). Walaupun dilakukan secara virtual, kita dapat merasa seolah-olah ada di tempat tersebut dan melakukan hal-hal yang dilakukan secara nyata, misalnya bertransaksi, berdiskusi dan banyak lagi.

Menurut William Gibson, cyberspace adalah {consensual hallucination experienced daily by billions of legitimate operators ... a graphical representation of data abstracted from the banks of every computer in the human system}. ‘Cyberspace’ adalah sebuah: “ halusinasi yang dialami oleh jutaan orang setiap han (berupa) representasi grafis yang sangat kompleks dan data di dalam sistem pikiran manusia yang diabstraksikan melalui bank data setiap komputer”. (Gibson, Neuromancer 1993).

Cyberspace adalah sebuah ‘ruang imaiiner’ atau ‘maya’ yang bersifat artifisial, di mana setiap orang melakukan apa saja yang biasa dilakukan dalam kehidupan sosial  dengan cara yang baru. (Howard Rheingold). Kita saat ini berada dalam sebuah fase cyber di zaman ini. Dimana hampir semua kegiatan di seluruh dunia menggunakan cyber sources dalam mencapai tujuannya. Komputer, jaringan internet, telepon genggam dengan fasilitas transfer data GPRS atau layanan pesan singkat (SMS) menjadi sesuatu yang sangat akrab dalam keseharian kita. 


Beberapa aktifitas yang dulunya dilakukan secara manual maupun dengan alat yang lebih sederhana, sekarang bisa dilakukan hanya dengan memencet tombol di keyboard komputer. Mudah sekali. Dunia menjadi sebuah global village. Saya bisa berkomunikasi dengan seorang freelance writer di Amerika dengan layanan e-mail, atau sebaliknya dengan biaya yang sangat murah, sangat cepat dan sangat mudah.

Apa yang kita dapatkan dengan semua ini? Dari sisi positif, manusia dapat berhubungan langsung dengan banyak sumber informasi, searching ilmu pengetahuan mutakhir atau data yang urgent sekali. Tapi sisi negatifnya, dengan komputer juga manusia bisa terjebak dalam selera yang sia-sia melalui games, junk e-mail maupun cyber porn. Cyberspace adalah sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata) tidak ada lagi batas ruang dan waktu. Padahal ruang dan waktu seringkali dijadikan acuan hukum.

Cyberspace terdiri dan dua kategori ‘ruang’, yaitu ‘private cyberspace’ (‘ruang’ yang hanya dapat diases oleh individu tertentu) dan ‘public cyberspace’ (yang dapat diases oleh umum). Cyberspace secara umum memiliki kemampuan potensial diantaranya : Cyberspace menciptakan kebahagian hidup bukan lewat ‘benda-benda materi’ tetapi lewat ‘benda-benda virtual’, di dalam cyberspace tidak ada perebutan teritorial dalam pengertian fisik, sehingga dampak konflik akibat perebutan ruang fisik dapat dikurangi, dan cyberspace menjadi sebuah ‘public share’ yang ideal yang tidak dapat ditemukan di dalam kehidupan nyata.



Komunikasi Virtual

Substansi cyberspace sebenarnya adalah keberadaan informasi dan komunikasi yang dalam konteks ini dilakukan secara elektronik dalam bentuk visualisasi tatap muka interaktif. Komunikasi virtual (virtual communication) tersebut - yang dipahami sebagai virtual reality - sering disalah pahami sebagai (alam maya), padahal keberadaan sistem elektronik itu sendiri adalah konkrit di mana komunikasi virtual sebenarnya dilakukan dengan cara representasi informasi digital yang bersifat diskrit.



Aturan Dunia Maya

·         Di dunia maya kita dapat melakukan beberapa kegiatan yang mirip dengan kegiatan di dunia nyata (real space). Kita dapat melakukan perniagaan (commerce) atau sekedar untuk sosialisasi.

·         Dunia maya ini juga memiliki aturan yang didefinisikan bersama. Aturan ini ada yang sama dan ada yang berbeda dengan aturan yang ada di dunia nyata dikarenakan hukum-hukum ilmiah seperti fisika tidak berlaku di dunia maya.

·         Aturan lain sopan santun dan etika berbicara (menulis), meskipun kadang-kadang disertai dengan implementasi yang berbeda yang harus didefinisikan besama adalah hal keamanan.

·         Aturan di dunia virtual (Internet) dapat dibuat. Pada intinya pengaturan dapat dilakukan dengan mendisain arsitektur code yang dapat diatur.


·         Pengamanan di dunia virtual dapat menggunakan teknologi kriptografi untuk mengamankan sistem kita. Namun pengamanan secara teknis ini sifatnya hanya mempersulit orang yang jahat. Kunci dapat dirusak, enkripsi dapat dipecahkan. Keamanan secara teknis harus disertai dengan social pressure.

·         Cyberspace menghasilkan manusia yang nyaris tidak perlu berhubungan dalam bentuk tradisional: tatap muka dan bersalaman. Bahkan dapat melakukan hubungan yang sangat akrab tanpa pernah bertemu langsung. Dalam cyberspace, manusia tak perlu lagi menunjukkan identitas diri, wajah, ukuran tubuh, tatapan, nada bicara atau airmata. Dia cukup membubuhkan tanda-tanda itu lewat lambang-lambang yang disepakati dalam dunia maya. Manusia melakukan interaksi semakin lama semakin tidak pribadi sifatnya. Tanggung jawab juga mulai luntur karena interaksi tidak perlu dengan kontak secara langsung. Bahkan dalam sebuah milis-pun, ada banyak orang yang tidak mau menunjukkan identitasnya sama sekali dengan alasan tidak ingin merusak budaya komunikasi di alam maya itu. Hal ini tragis karena mereka telah menjadi "the other self" dalam cyberspace. Cyberspace-pun menciptakan budaya instan yang adiktif dalam kehidupan manusia. Banyak hal yang bisa kita peroleh dengan sangat mudah dalam cyberspace.



Potensi Public Cyberspace

Memecahan persoalan matenialisme, dan konsumenisme. Masyarakat pos-industri menciptakan budaya ‘konsumenisme’ yang berbasis ‘materialisme’, bahwa kebahagiaan hidup manusia dicapai lewal ‘dunia materi’. Cyberspace menciptakan kebahagian hidup bukan lewat ‘benda-benda materi’ tetapi lewat ‘benda-benda virtual’. cyberspace dapat memecahkan persoalan eksplorasi yang ditimbulkan oleh budaya materialisme dan konsumenisme, oleh karena landasan produksi cyberspace bukanlah eksplorasi sumber daya (materi), melainkan eksplorasi fantasi.

Cyberspace menghancurkan aeocode, dan menciptakan semacam ‘gaya hidup artifisial’ dan ‘egalitanan’ yang tidak dikungkung oleh kepemilikan ruang, benda materi, sebab apa yang disebut ‘place’, ‘ruang dan ‘gaya hidup’ di dalam dunia materi tidak lagi bermakna di dalam cyberspace. Mengurangi persoalan AIDS/HIV. Hubungan seksual lewat jaringan internet mengurangi dampak klinis dan hubungan seksual bebas yang berbasis fisik, meskipun muncul persoalan baru psikis dan reproduksi.

Mengurangi konflik sosial, ekonomi dan politik. Perebutan terhadap ‘space’ den teritorial’ di dalam dunia fisik seringkali menimbulkan konflik sosial bahkan perang. Di dalam cyberspace tidak ada perebutan teritorial dalam pengertian fisik, sehingga dampak konflik akibat perebutan ruang fisik dapat dikurangi. Terbebas dan ‘urban decay’ dan ‘social disintegration’. Persoalan kemacetan, kepadatan penduduk, sampah, merupakan persoalan kota besar yang dapat dikurangi bila sebagian kehidupan fisik dialihkan ke dalam kehidupan virtual. Memecahakan persoalan kebebasan dan demokrasi. Cyberspace menjadi sebuah ‘public share’ vana ideal, yang tidak dapat ditemukan di dalam kehidupan nyata.


  Alasan Orang Menyenangi Dunia Cyberspace

Cyberspace melepaskan manusia dan ‘~eniara tubuh’. Tubuh tidak Iagi dibatasi oleh keterbatasan arsitektural dan slam. Di dalamnya Orang bisa ‘terbang’, ‘berubah wujud’, ‘mengalir seperti air’, ‘menguap seperti udara’, ‘hidup di dalam berbagai ruang yang berbeda waktu ‘

Cyberspace adalah ‘ecialitanian public space’, menggantikan ‘iaaora’ dalam kebudayaan Yunani, yaitu semacam tempat di mana anggota masyarakat berkumpul untuk mendiskusikan ide -ide untuk memecahkan persoalan bersama. Ia merupakan sebuah great collective mind, yang di dalamnya orang dapat memperbincangkan nasibnya dengan jutaan orang sekaligus.

Cyberspace dapat mengisi ‘kehamilaan psikososial’ (‘psychosocial vacuum’) yang diciptakan oleh masyarakat industri. Ia tempat pelepasan tekanan jiwa, tekanan politik, tekanan keluarga (Wentheim, 30) Ia adalah tempat penjelajahan ‘psilcososial’ (self, peran, identitas, status). Di dalamnya orang dapat mengekspresikan ‘diri vano iamak’ (multiple set). Di dalamnya, orang bahkan dapat berperan sebagai binatang, segumpal awan atau sebuah kursi. (authority) dan kekuasaan’ (power) bagi dirinya sendiri, yang tidak diperoleh di dunia kehidupan nyata: ‘kebebasan informasi’, kebebasan berbincang, kebebasan mengkritik.

Di dalamnya, seseorang tidak hanya dapat mengekspresikan ego individualnya, tetapi ia dapat bermain di dalam ‘collectiv drama’ (Bergen) Ia adalah sebuah ‘ruang baru’ tempat bermain dengan berbagai aspek ‘immaterial manusia’, yang tidak diberi tempat di dalam dunia fisik (arsitektur). Di dalam cyberspace berbagai pikiran saling bertemu tanpa tubuh (atau dengan tubuh, diri, identitas artifisial) Ia sebagai pelepasan gejolak hasrat (desire), yang dibatasi di dalam kehidupan nyata.

Cyberspace menciptakan semacam komunitas ideal, yang melampaui keterbatasan janak dan terbebas dari berbagai gender, ras dan warna kulit, agama. Berbagai public space telah diambilalih (sebagian) oleh public cyberspace kantor pos (e-mail), public square (MUD), bookstore (bitstone), department store (online shopping mall), perpustakaan (online library), universitas (virtual campus), kantor (tele­conference), galeni seni (virtual museum), rumah sakit (tele-medicine).



Bahaya Public Cyberspace

Bahaya utama cyberspace adalah bila orang memasuki ‘batas’ (border) yang seharusnya tidak ia lewati (batas hasrat, fantasi, kesenangan, gairah). Melewati batas berarti menjadi over, menjadi hyper atau menjadi ekstnim. Sayangnya, justru tiga sifat inilah yang menjadi sifat utama cyberspace. Ia menciptakan ‘cyber selfishness’, seorang yang tidak bertanggung jawab secara sosial.

Pada kenyatannya ‘egalitanianisme’ itu tidak terbentuk, sebab tetap saja ada elit yang mendominasi komunikasi cyberspace. Tetap terjadi ‘Cyber Western Imperialism’. Eksklusivitas tetap menjadi sifat cyberspace, sebab akses tetap terbatas untuk orang­ - orang tertentu. ‘Kebaruan’ (newness) menjadi obsesi utama cybernis, sehingga terjadi semacam pemuiaan terhadap masa depan (future worship), dan sebaliknya pelecehan terhadap masa lalu, tradisi, nilai moral, dan keanifan budaya, yang dianggap sebagai nonsense.


 Cybercrime

Saat ini ternyata kejahatan cybercrime melalui Internet di Indonesia berada di urutan kedua setelah korupsi.  Hal ini berdasarkan hasil riset terkini yang dilakukan oleh perusahaan sekuriti ClearCommerce (Clearcommerce.com) yang bermarkas di Texas, Amerika Serikat. Menurut data tersebut, 20 persen dari total transaksi kartu kredit dari Indonesia di Internet adalah fraud.
           
Tidak heran jika kondisi itu semakin memperparah sektor bisnis di dalam negeri, khususnya yang memanfaatkan teknologi informasi (TI). Berdasarkan hasil survei CastleAsia (CastleAsia.com) yang dilansir pada bulan Januari 2002, menunjukkan bahwa hanya 15 persen responden Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia yang bersedia menggunakan Internet Banking. Dari 85 persen sisanya, setengahnya beralasan khawatir dengan keamanan transaksi di Internet.

Dari data tersebut terlihat bahwa tingginya angka cybercrime akan berpengaruh secara langsung pada sektor bisnis skala kecil, menengah dan besar. Pengaruh tidak langsungnya adalah memburuknya citra Indonesia di mata komunitas Internet dunia. Tidak itu saja. Pada tingkat yang lebih luas, hasil survei yang dilakukan pada tahun 2002 atas kerja sama Federal Bureau of Investigation’s (FBI) dan Computer Security Institute (CSI) menunjukkan bahwa kerugian akibat serangan cybercrime mencapai nilai sebesar US$ 170.827.000 pada kategori pencurian informasi dan US$ 115.753.000 pada kategori financial fraud (www.gocsi.com).
           
Bahkan, hasil survei yang sama juga menunjukkan kerugian sebesar US$ 4.503.000 akibat penyalahgunaan otoritas oleh orang dalam organisasi itu sendiri. Hal ini dimungkinkan dengan memanfaatkan kelemahan pada sistem keamanan jaringan internal yang kurang diperhatikan. Data tersebut menunjukkan bahwa saat sebagian pihak menekankan pentingnya sisi keamanan Internet, sisi keamanan jaringan internal, termasuk di dalamnya perilaku pengguna yang kurang tepat, ternyata juga berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar, karena kurang mendapat perhatian yang memadai.

Secara umum, dari survei yang dilakukan UCLA Centre for Communicaiton Policy (www.ccp.ucla.edu) pada bulan November 2001 menunjukkan bahwa 79,7 persen responden sangat peduli terhadap keamanan data kartu kredit ketika bertransaksi via Internet. Ditegaskan pula bahwa 56,5 persen responden pengguna Internet dan 74,5 persen responden non-pengguna Internet menyepakati bahwa menggunakan Internet memiliki risiko pada keamanan data pribadi.
Peran CTF:

·         Pusat komando dan informasi
·         Membangun hubungan kerja yang baik dengan infrastruktur kritis
·         Mengumpulkan/menganalisa informasi
·         Merespon segera situasi darurat untuk memperkecil  kerusakan
·         Intrusion Detection System

Perkembangan Internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-hal yang postif. Salah satu hal negatif yang merupakan efek dari perkembangan internet antara lain adalah kejahatan di dunia cyber atau, cybercrime. Beberapa contoh kasus cybercrime di Indonesia :

·         Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain


Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang “dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Pencurian account cukup dengan menangkap “user_id” dan “password” saja. Akibat dari pencurian ini, penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut.

·         Membajak situs web

            Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan.

·         Probing dan port scanning

            Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan “port scanning” atau “probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya.

·         Penanganan Kasus-Kasus Cybercrime

IDCERT (Indonesia Computer Emergency Response Team), IDCERT merupakan CERT Indonesia yang menjadi point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah kemanan.

·         Sertifikasi perangkat security

Perangkat yang digunakan untuk menanggulangi keamanan semestinya memiliki peringkat kualitas. Perangkat yang digunakan untuk keperluan pribadi tentunya berbeda dengan perangkat yang digunakan untuk keperluan militer. Namun sampai saat ini belum ada institusi yang menangani masalah evaluasi perangkat keamanan di Indonesia. Di Korea hal tersebut ditangani oleh Korea Information Security Agency.

Cyber Fraud

Wigrantoro Roes Setiyadi, Country Coordinator GIPI-Indonesia, mendefinisikan beberapa hal yang menyangkut penipuan melalui Internet ini.

·         Penipuan terhadap institusi keuangan, termasuk dalam kategori ini antara lain penipuan dengan modus menggunakan alat pembayaran, seperti kartu kredit dan atau kartu debit dengan cara berbelanja melalui Internet. Penipuan terhadap institusi keuangan biasanya diawali dengan pencurian identitas pribadi atau informasi tentang seseorang, seperti nomor kartu kredit, tanggal lahir, nomor KTP, PIN, password, dan lain–lain.

·         Penipuan menggunakan kedok permainan (Gaming Fraud), termasuk dalam kategori ini adalah tebakan pacuan kuda secara online, judi Internet, tebakan hasil pertandingan oleh raga, dan lain-lain.

·         Penipuan dengan kedok penawaran transaksi bisnis, penipuan kategori ini dapat dilakukan oleh dua belah pihak; pengusaha dan individu. Umumnya dalam bentuk penawaran investasi atau jual beli barang/jasa.


·         Penipuan terhadap instansi pemerintah, termasuk dalam kategori ini adalah penipuan pajak, penipuan dalam proses e-procurement dan layanan e-government, baik yang dilakukan oleh anggota masyarakat kepada pemerintah maupun oleh aparat birokrasi kepada rakyat.



Modus Operandi Cybercrime

Brata Mandala, dari Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat II Ekonomi dan Khusus Mabes Polri, mengategorikan modus operandi cybercrime ini dalam dua hal.

·         Kejahatan umum dan terorisme yang difasilitasi oleh Internet. Ini terdiri dari Carding (creditcard fraud), Bank Offences, e-Mail threats, dan Terorisme.

·         Penyerangan terhadap computer networks, Internet as a tools and target, yang meliputi DDoS Attack, Cracking/Deface, Phreaking, Worm/Virus/Attack, dan Massive attack/cyber terror.

Lebih lanjut, Mandala mengarakteristikkan cybercrime ini di antaranya, bahwa modal untuk menyerang relatif sangat murah. Sebuah serangan yang sangat besar/luas, namun cukup dilakukan dengan menggunakan komputer dan modem yang sederhana. Dapat dilakukan oleh setiap individu, tidak perlu personil/unit yang besar. Risiko bagi yang ditangkap (being apprehended) rendah. Sangat sulit melokalisir tersangka, bahkan kadang-kadang tidak menyadari kalau sedang diserang. Tidak ada batasan waktu dan tempat, sangat memungkinkan untuk diserang kapan saja (setiap saat) dan dari mana saja. Kerugian sangat besar/mahal dan meluas apabila serangan tersebut berhasil.



Cyber Law

Selain itu untuk mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan cybercrime maka ada Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.

Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi.
Selain itu cybercrime law dan regulasi yang tepat di bidang ICT dianggap penting dalam menarik investasi maupun pengembangan perekonomian yang berbasis IT. 

·         Perlunya Cyber Law

Ø  Melindungi integritas pemerintah dan menjaga reputasi suatu negara.
Ø  Membantu negara terhindar dari menjadi surga bagi pelaku kejahatan, seperti teroris, kejahatan terorganisasir, dan operasi penipuan.
Ø  Membantu negara terhindar dari sebutan sebagai tempat yang nyaman untuk menyimpan aplikasi atau data hasil kejahatan cybercrime.
Ø  Meningkatkan kepercayaan pasar karena adanya kepastian hukum yang mampu melindungi kepentingan dalam berusaha.
Ø  Memberikan perlindungan  terhadap data yang tergolong khusus (classified), rahasia, informasi yang bersifat pribadi, data pengadilan kriminal, dan data publik yang dianggap perlu untuk dilindungi.
Ø  Melindungi konsumen, membantu penegakan hukum, dan aktivitas intelligen.



Masalah-Masalah Etika Komputer

E-commerce yaitu bisnis melalui internet, melahirkan implikasi negatif : bermacam kejahatan, penipuan dan kerugian karena anonymouse-an tadi.

Kejahatan komputer kejahatan yang dilakukan dengan komputer sebagai basis teknologinya, seperti: virus, spam, penyadapan, carding, Denial of Service (DoS).

·         Cyber ethics

Ø  Diperlukan adanya aturan tak tertulis yaitu Netiket, Emoticon
Ø  Pelanggaran HAKI
Ø  Tanggung jawab profesi

·         Persentasi Pelaku Kejahatan Penipuan Berdasarkan Negara

Ø  E-mail                                     : 68,4 %
Ø  Web Page                               : 13,4 %
Ø  Phone                                      : 9,6 %
Ø  Physical Mail                           : 4,2 %
Ø  Printed Material                       : 1,9 %
Ø  In Person                                 : 1
Ø  Chat Room                              : 0,8
Ø  Fax                                          : 0,8



Pelanggaran Etika TI Yang Telah Terjadi Di Indonesia

·         CD bajakan dijual bebas di mana-mana, sejak 1990-an.
·         Carding mulai marak bertaburan di Yogyakarta, 2000.
·         Plesetan nama domain klick BCA online, 2001.
·         Website Mentawai dihack orang, 2005.
·         Website BNI 46 dideface,
·         Website BI dihack (2005),
·         Website PKS dan Golkar diusili, 2005 pada Pilkada.
·         Website Harian Bisnis Indonesia dihack, 2005, saat puasa.
·         Cyber terorism mulai melanda di Indonesia, 2005, contohnya :
·         DR. Azahari. Cyber psycho, 2005,
·         Kerajaan Tuhan Lia Eden.
·         Beredar foto syur mirip artis Mayang Sari dan mirip Bambang Tri, 2005, Nia Ramadhan, 2006.
·         Beredar foto jenaka SBY dan Roy Suryo hasil croping di internet.
·         Tahun 2006 adanya isu kenaikan TDL,
·         adanya isu PNS,
·         website TV7  (2006).
·         Judi pun memasuki dunia maya, mulai marak tahun 2006.



Akibat Dari Ketiadan Pengaturan Keamanan IT

·         Penyalahgunaan oleh perusahaan terhadap data dan informasi pelanggan yang diserahkan sebagai persyaratan transaksi bisnis.
·         Terjadinya kasus kartu tanda penduduk yang berlainan dengan data dan informasi dari yang sebenarnya.
·         Terjadinya kejahatan yang bermula dari pencarian data dan informasi seseorang.
·         Penghilangan identitas atas data dan informasi dari pelaku kejahatan, seperti illegal logging, fishing, mining dan money laundering, praktik perbankan illegal dan lain sebagainya.
·         Pelanggaran privasi atas data dan informasi seseorang. 


No comments:

Post a Comment