Etika Dalam Komputer
Etika komputer
merupakan seperangkat nilai yang mengatur dalam penggunaan komputer. Jika
dilihat dari pengertian masing-masing etika merupakan suatu ilmu/nilai yang
membahas perbuatan baik atau buruk manusia yang dapat dipahami oleh pikiran
manusia, sedangkan komputer sendiri merupakan alat yang digunakan
untuk mengolah data. Sehingga jika kita menggabungkan pengertian dari kata
etika dan komputer adalah seperangkat nilai yang mengatur manusia dalam
penggunaan komputer serta proses pengolahan data. Jika dilihat dari sejerah
etika komputer baru berkembang tahun 1940-an, dan sampai sekarang berkembang
menjadi sebuah disiplin ilmu baru. Tokoh – tokoh yang menjadi pelopor
perkembangan etika komputer :
Sejarah Etika Komputer
1950-an
|
Norbert Wiener
(Professor MIT)
|
1960-an
|
Donn Parker
(SRI Internasional Menlo Park California)
|
1970-an
|
J. Weizenbaum
Walter Maner
|
1980-an
|
James Moor
(Dartmouth College)
|
1990-an
s/d sekarang
|
Donald Gotterbam Keith Miller
Simon Rogerson, Dianne Martin, dll
|
·
Pada tahun 1940-an
Pada
awal tahun 1940-an Profesor Norbert Wiener mengembangkan sebuah meriam
antipesawat yang mampu melumpuhkan setiap pesawat tempur yang meintas di
sekitarnya. Pengembangan tersebut kemudian memicu penelitian tentang
perkembangan teknologi dan etika yang menciptakan suatu bidang riset baru yang
disebut cybernetics atau the science of information feedback system. Yang
kemudian membuat Wiener menarik kesimpulan etis tentang pemanfaatan teknologi
yang sekarang dikenal dengan Teknologi Informasi (TI).
Dalam
penelitiannya, Wiener juga meramalkan terjadinya revolusi sosial dari
perkembangan teknologi informasi yang dituangkan dalam sebuah buku berjudul
Cybernetics: Control and Communication in the Animal and Machine. Penelitian
tersebut masih berlanjut hinggs tahun 1950-an. Konsep pemikiran tersebut yang
menjadi fondasi dalam perkembangan etika komputer di masa mendatang.
·
Pada tahun 1960-an
Pada
pertengahan tahun 1960-an. Doon Parker dari SRI International Menlo Park
California melakukan berbagai riset untuk menguji penggunaan komputer yang
tidak sah dan tidak sesuai dengan profesionalisme dalam bidang komputer. Parker
juga dikenal sebagai pelopor kode etik profesi bagi profesionla di bidang
komputer, yang ditandai dengan usahanya pada tahun 1968 ketika ditunjuk untuk
memimpin pengembangan Kode Etik Profesional yang pertama dilakukan untuk
Association for Computing Machinery(ACM).
·
Pada tahun 1970-an
Perkembangan
etika komputer di era 1970-an diwarnai dengan adanya kecerdasan buatan yang
memicu perkembangan program komputer yang memungkinkan manusia berinteraksi
langsung dengan komputer, salah satunya ELIZA. Program psikoterapi Rogerian ini
diciptakan oleh Joseph Weizenbaum dan memunculkan banyak kontroversi karena
Weizenbaum telah melakukan komputerisasi psikoterapi dalam bidang kedokteran.
Perkembangan
tersebut kemudian memunculkan istilah “Computer Ethic” yang dikemukakan oleh
Walter Maner. Maner menawarkan suatu kursus eksperimental atas materi pokok
tersebut pada Old Dominion University in Virginia. Sepanjang tahun 1978 ia juga
mempublikasikan sendiri karyanya Starter Kit in Computer Ethic. Yang berisi
material kurikulum dan pedagogi untuk para pengajar universitas dalam
pengembangan pendidikan etika komputer. Era ini terus berlanjut hingga tahun
1980-an dan menjadi masa keemasan etika komputer, khususnya setelah
diterbitkannya buku teks pertama mengenai etika komputer yang ditulis oleh
Deborah Johnson dengan judul Computer Ethic.
·
Pada tahun 1900-an
sampai sekarang
Sepanjang
tahun 1990 berbagai pelatihan baru di universitas, pusat riset, konferensi,
jurnal, buku teks dan artikel menunjukkan suatu keanekaragaman yang luas
tentang topik di bidang etika komputer. Sebagai contoh, pemikir seperti
Donald Gotterbarn, Keith Miller, Simon Rogerson, dan Dianne Martin seperti juga
banyak organisasi profesional komputer yang menangani tanggung jawab sosoal
profesi tersebut. Etika komputer juga menjadi dasar lahirnya peraturan
undang-undang mengenai kejahatan komputer.
·
Etika Komputer di Indonesia
Sebagai
negara yang tidak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi komputer,
Indonesia pun tidak mau ketinggalan dalam mengembangkan etika di bidang
tersebut. Mengadopsi pemikir-pemikir dunia di atas, etika di bidang komputer
berkembang menjadi kurikulum wajib yang dilakukan oleh hampir semua pergurugan
tinggi di bidang komputer di Indonesia. Selain itu, tingginya penggunaan
komputer di Indonesia memicu pelanggaran-pelanggaran dalam penggunaan
internet.Besarnya tingkat pembajakan di Indonesia membuat pemerintah Republik
Indonesia semakin gencar menindak pelaku kejahatan komputer berdasarkan
Undang-Undang Hak Cipta no.19 Tahun 2002. Upaya ini dilakukan oleh pemerintah
RI untuk melindungi hasil karya orang lain dan menegakkan etika dalam penggunaan
komputer.
Adapun tahap
revolusi dalam komputer yang dikemukakan oleh James Moor :
Dari
perkembangan-perkembangan yang telah dikemukakan oleh para pemikir dunia
komputer dapat disimpulkan bahwa etika komputer merupakan hal yang penting
untuk membatasi adanya penyalahgunaan teknologi/komputer yang dapat merugikan
orang lain. Dengan adanya etika komputer segala kegiatan yang dilakukan dalam
dunia komputer memiliki aturan-aturan/nilai yang mempunyai dasar ilmu yang
jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Sehingga etika komputer dapat membatasi
apa saja yang boleh dilakukan dan apa saja yang menjadi pelanggaran dalam
penggunaan komputer. Adapun isu-isu dalam Etika Komputer :
1. Kejahatan
Komputer(Computercrime)
Pesatnya
perkembangan teknologi komputer membawa dampak positif bagi perkerjaan manusia
sekarang ini, namun di sisi lain juga membawa dampak negatif terutama bagi
pihak-pihak yang menyalahgunakan dan mencari keuntungan dengan cara yang tidak
dibenarkan. Hal ini memunculkan suatu anggapan tentang kejahatan di dunia
komputer yang sering disebut “Computercrime”. Kejahatan komputer juga dapat
diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal. Hal tersebut terjadi
karena banyaknya orang yang melakukan kejahatan komputer mengabaikan adanya
etika dalam penggunaan komputer.
2. E-commerce
Perkembangan
teknologi juga berpengaruh pada perekonomian dan perdagangan negara. Melalui
internet transaksi perdagangan menjadi lebih cepat dan efisien. Namun
perdagangan melalui internet ini memunculkan permasalahan baru seperti
perlindungan konsumen, permasalahan kontrak transaksi, masalah pajak dan
kasus-kasus pemalsuan tanda tangan digital. Untuk menangani hal tersebut, para
penjual dan pembeli menggunakan Uncitral Model Law on Electronic Commerce 1996
sebagai acuan dalam melakukan transaksi lewat internet.
3. Pelanggaran
HAKI(Hak Atas Kekayaan Intelektual)
Kemudahan-kemudahan
yang diberikan internet menyebabkan terjadinya pelanggatan HAKI seperti
pembajakan program komputer, penjualan program ilegal dan pengunduha ilegal.
4. Netiket
Internet
merupakan salah satu bukti perkembangan pesat dari teknologi komputer. Internet
merupakan sebuah jaringan yang menghubungkan komputer di dunia sehingga
komputer dapat mengakses satu sama lain. Internet menjadi peluang baru dalam
perkembangan dunia bisnis, pendidikan, kesehatan, layanan pemerintah dan
bidang-bidang lainnya. Melalui internet, interaksi manusia dapat dilakukan dari
berbagai belahan dunia tanpa harus saling bertatap muka. Tingginya penggunaan
internet melahirkan aturan baru di bidang internet yaitu netiket. Netiker
merupakan etika acuan dalam berkomunikasi menggunakan internet. Standar netiket
ditetapkan oleh IETF(The Internet Engineering Task Force), sebuah komunitas
internasional ynag terdiri dari operator, perancang jaringan dan peneliti yang
terkait dengan pengopersian internet.
5. Tanggung Jawab
Profesi
Seiring
perkembangan teknologi, para profesional di bidang komputer sudah melakukan
spesialisasi bidang pengetahuan dan sering kali mempunyai posisi yang tinggi
dan terhormat di kalangan masyarakat. Maka dari itu mereka memiliki tanggung
jawab yang tinggi, mencakup banyak hal dari konsekuensi profesi yang
dijalaninya. Para profesional menemukan diri mereka dalam hubungan
profesionalnya dengan orang lain. Mencakup pekerja dengan pekerjaan, klien
dengan profesional, profesional dengan profesional lain, serta masyarakat
dengan profesional.
Banyak
perkembangan teknologi yang sekarang ini ada di sekitar kita dan sudah menjadi
bahan pokok yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Tetapi
dari perkembangan tersebut pasti juga membawa dampak negatif serta mendatangkan
suatu kesempatan terutama bagi pihak-pihak yang bertujuan menyalahgunakannya
untuk kepentingan/keuntungan pribadi. Sehingga penting untuk diadakannya
pendidikan tentang etika dalam menggunakan komputer. Demikian pengkajian
tentang etika komputer yang saya lakukan. Semoga dapat memberikan manfaat.
Esensi Dari
Perkembangan Teknologi Informasi Dan Telekomunikasi Pada Penggunaan Etika Komputer
Isi substansi Data dan Informasi
yang merupakan input dan output dari penyelenggaraan sistem informasi dan
disampaikan kepada publik (Content). Dalam hal ini penyimpanan data dan
informasi tersebut akan disimpan dalam bentuk databases dan dikomunikasikan
dalam bentuk data messages;
·
Sistem
Pengolahan Informasi (Computing and/or Information System) yang merupakan
jaringan sistem informasi (computer network) organisasional yang efisien,
efektif dan legal. Dalam hal ini, suatu Sistem Informasi merupakan perwujudan
penerapan perkembangan teknologi informasi kedalam suatu bentuk
organisasional/organisasi perusahaan (bisnis).
·
Sistem
Komunikasi (Communication) yang juga merupakan perwujudan dari sistem
keterhubungan (interconnection) dan sistem pengoperasian global
(interoperational) antar sistem informasi/jaringan komputer (computer network)
maupun penyelenggaraan jasa dan/atau jaringan telekomunikasi.
Cyberspace
Cyberspace yaitu sebuah dunia
komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru berbentuk
virtual (tidak langsung dan tidak nyata). Walaupun dilakukan secara virtual,
kita dapat merasa seolah-olah ada di tempat tersebut dan melakukan hal-hal yang
dilakukan secara nyata, misalnya bertransaksi, berdiskusi dan banyak lagi.
Menurut William Gibson,
cyberspace adalah {consensual hallucination experienced daily by billions of
legitimate operators ... a graphical representation of data abstracted from the
banks of every computer in the human system}. ‘Cyberspace’ adalah sebuah: “
halusinasi yang dialami oleh jutaan orang setiap han (berupa) representasi
grafis yang sangat kompleks dan data di dalam sistem pikiran manusia yang
diabstraksikan melalui bank data setiap komputer”. (Gibson, Neuromancer 1993).
Cyberspace adalah sebuah ‘ruang
imaiiner’ atau ‘maya’ yang bersifat artifisial, di mana setiap orang melakukan
apa saja yang biasa dilakukan dalam kehidupan sosial dengan cara yang
baru. (Howard Rheingold). Kita saat ini berada dalam sebuah fase cyber di zaman
ini. Dimana hampir semua kegiatan di seluruh dunia menggunakan cyber sources
dalam mencapai tujuannya. Komputer, jaringan internet, telepon genggam dengan
fasilitas transfer data GPRS atau layanan pesan singkat (SMS) menjadi sesuatu
yang sangat akrab dalam keseharian kita.
Beberapa aktifitas yang dulunya
dilakukan secara manual maupun dengan alat yang lebih sederhana, sekarang bisa
dilakukan hanya dengan memencet tombol di keyboard komputer. Mudah sekali.
Dunia menjadi sebuah global village. Saya bisa berkomunikasi dengan seorang
freelance writer di Amerika dengan layanan e-mail, atau sebaliknya dengan biaya
yang sangat murah, sangat cepat dan sangat mudah.
Apa yang kita dapatkan dengan
semua ini? Dari sisi positif, manusia dapat berhubungan langsung dengan banyak sumber
informasi, searching ilmu pengetahuan mutakhir atau data yang urgent sekali.
Tapi sisi negatifnya, dengan komputer juga manusia bisa terjebak dalam selera
yang sia-sia melalui games, junk e-mail maupun cyber porn. Cyberspace adalah
sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru
berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata) tidak ada lagi batas ruang
dan waktu. Padahal ruang dan waktu seringkali dijadikan acuan hukum.
Cyberspace terdiri dan dua
kategori ‘ruang’, yaitu ‘private cyberspace’ (‘ruang’ yang hanya dapat diases
oleh individu tertentu) dan ‘public cyberspace’ (yang dapat diases oleh umum). Cyberspace
secara umum memiliki kemampuan potensial diantaranya : Cyberspace menciptakan
kebahagian hidup bukan lewat ‘benda-benda materi’ tetapi lewat ‘benda-benda
virtual’, di dalam cyberspace tidak ada perebutan teritorial dalam pengertian
fisik, sehingga dampak konflik akibat perebutan ruang fisik dapat dikurangi,
dan cyberspace menjadi sebuah ‘public share’ yang ideal yang tidak dapat
ditemukan di dalam kehidupan nyata.
Komunikasi Virtual
Substansi cyberspace sebenarnya
adalah keberadaan informasi dan
komunikasi yang
dalam konteks ini dilakukan secara elektronik dalam
bentuk visualisasi tatap muka interaktif. Komunikasi virtual (virtual
communication) tersebut - yang dipahami sebagai virtual
reality -
sering disalah pahami sebagai (alam maya), padahal keberadaan sistem elektronik
itu sendiri adalah konkrit di mana komunikasi virtual sebenarnya dilakukan
dengan cara representasi informasi digital yang
bersifat diskrit.
Aturan
Dunia Maya
·
Di
dunia maya kita dapat melakukan beberapa kegiatan yang mirip dengan kegiatan di
dunia nyata (real space). Kita dapat melakukan perniagaan (commerce) atau
sekedar untuk sosialisasi.
·
Dunia
maya ini juga memiliki aturan yang didefinisikan bersama. Aturan ini ada yang
sama dan ada yang berbeda dengan aturan yang ada di dunia nyata dikarenakan
hukum-hukum ilmiah seperti fisika tidak berlaku di dunia maya.
·
Aturan
lain sopan santun dan etika berbicara (menulis), meskipun kadang-kadang
disertai dengan implementasi yang berbeda yang harus didefinisikan besama
adalah hal keamanan.
·
Aturan
di dunia virtual (Internet) dapat dibuat. Pada intinya pengaturan dapat
dilakukan dengan mendisain arsitektur code yang dapat diatur.
·
Pengamanan
di dunia virtual dapat menggunakan teknologi kriptografi untuk mengamankan
sistem kita. Namun pengamanan secara teknis ini sifatnya hanya mempersulit
orang yang jahat. Kunci dapat dirusak, enkripsi dapat dipecahkan. Keamanan
secara teknis harus disertai dengan social pressure.
·
Cyberspace
menghasilkan manusia yang nyaris tidak perlu berhubungan dalam bentuk
tradisional: tatap muka dan bersalaman. Bahkan dapat melakukan hubungan yang
sangat akrab tanpa pernah bertemu langsung. Dalam cyberspace, manusia tak perlu
lagi menunjukkan identitas diri, wajah, ukuran tubuh, tatapan, nada bicara atau
airmata. Dia cukup membubuhkan tanda-tanda itu lewat lambang-lambang yang
disepakati dalam dunia maya. Manusia melakukan interaksi semakin lama semakin
tidak pribadi sifatnya. Tanggung jawab juga mulai luntur karena interaksi tidak
perlu dengan kontak secara langsung. Bahkan dalam sebuah milis-pun, ada banyak
orang yang tidak mau menunjukkan identitasnya sama sekali dengan alasan tidak
ingin merusak budaya komunikasi di alam maya itu. Hal ini tragis karena mereka
telah menjadi "the other self" dalam cyberspace. Cyberspace-pun
menciptakan budaya instan yang adiktif dalam kehidupan manusia. Banyak hal yang
bisa kita peroleh dengan sangat mudah dalam cyberspace.
Potensi
Public Cyberspace
Memecahan persoalan matenialisme,
dan konsumenisme. Masyarakat pos-industri menciptakan budaya ‘konsumenisme’
yang berbasis ‘materialisme’, bahwa kebahagiaan hidup manusia dicapai lewal
‘dunia materi’. Cyberspace menciptakan kebahagian hidup bukan lewat
‘benda-benda materi’ tetapi lewat ‘benda-benda virtual’. cyberspace dapat
memecahkan persoalan eksplorasi yang ditimbulkan oleh budaya materialisme dan
konsumenisme, oleh karena landasan produksi cyberspace bukanlah eksplorasi
sumber daya (materi), melainkan eksplorasi fantasi.
Cyberspace menghancurkan aeocode,
dan menciptakan semacam ‘gaya hidup artifisial’ dan ‘egalitanan’ yang tidak
dikungkung oleh kepemilikan ruang, benda materi, sebab apa yang disebut
‘place’, ‘ruang dan ‘gaya hidup’ di dalam dunia materi tidak lagi bermakna di
dalam cyberspace. Mengurangi persoalan AIDS/HIV. Hubungan seksual lewat
jaringan internet mengurangi dampak klinis dan hubungan seksual bebas yang
berbasis fisik, meskipun muncul persoalan baru psikis dan reproduksi.
Mengurangi konflik sosial,
ekonomi dan politik. Perebutan terhadap ‘space’ den teritorial’ di dalam dunia
fisik seringkali menimbulkan konflik sosial bahkan perang. Di dalam cyberspace
tidak ada perebutan teritorial dalam pengertian fisik, sehingga dampak konflik
akibat perebutan ruang fisik dapat dikurangi. Terbebas dan ‘urban decay’ dan
‘social disintegration’. Persoalan kemacetan, kepadatan penduduk, sampah,
merupakan persoalan kota besar yang dapat dikurangi bila sebagian kehidupan
fisik dialihkan ke dalam kehidupan virtual. Memecahakan persoalan kebebasan dan
demokrasi. Cyberspace menjadi sebuah ‘public share’ vana ideal, yang tidak
dapat ditemukan di dalam kehidupan nyata.
Alasan Orang Menyenangi Dunia Cyberspace
Cyberspace melepaskan manusia dan
‘~eniara tubuh’. Tubuh tidak Iagi dibatasi oleh keterbatasan arsitektural dan
slam. Di dalamnya Orang bisa ‘terbang’, ‘berubah wujud’, ‘mengalir seperti
air’, ‘menguap seperti udara’, ‘hidup di dalam berbagai ruang yang berbeda
waktu ‘
Cyberspace adalah ‘ecialitanian
public space’, menggantikan ‘iaaora’ dalam kebudayaan Yunani, yaitu semacam
tempat di mana anggota masyarakat berkumpul untuk mendiskusikan ide -ide untuk
memecahkan persoalan bersama. Ia merupakan sebuah great collective mind, yang
di dalamnya orang dapat memperbincangkan nasibnya dengan jutaan orang
sekaligus.
Cyberspace dapat mengisi
‘kehamilaan psikososial’ (‘psychosocial vacuum’) yang diciptakan oleh
masyarakat industri. Ia tempat pelepasan tekanan jiwa, tekanan politik, tekanan
keluarga (Wentheim, 30) Ia adalah tempat penjelajahan ‘psilcososial’ (self,
peran, identitas, status). Di dalamnya orang dapat mengekspresikan ‘diri vano
iamak’ (multiple set). Di dalamnya, orang bahkan dapat berperan sebagai
binatang, segumpal awan atau sebuah kursi. (authority) dan kekuasaan’ (power)
bagi dirinya sendiri, yang tidak diperoleh di dunia kehidupan nyata: ‘kebebasan
informasi’, kebebasan berbincang, kebebasan mengkritik.
Di
dalamnya, seseorang tidak hanya dapat mengekspresikan ego individualnya, tetapi
ia dapat bermain di dalam ‘collectiv drama’ (Bergen) Ia adalah sebuah ‘ruang
baru’ tempat bermain dengan berbagai aspek ‘immaterial manusia’, yang tidak
diberi tempat di dalam dunia fisik (arsitektur). Di dalam cyberspace berbagai
pikiran saling bertemu tanpa tubuh (atau dengan tubuh, diri, identitas
artifisial) Ia sebagai pelepasan gejolak hasrat (desire), yang dibatasi di
dalam kehidupan nyata.
Cyberspace menciptakan semacam
komunitas ideal, yang melampaui keterbatasan janak dan terbebas dari berbagai
gender, ras dan warna kulit, agama. Berbagai public space telah diambilalih
(sebagian) oleh public cyberspace kantor pos (e-mail), public square (MUD),
bookstore (bitstone), department store (online shopping mall), perpustakaan
(online library), universitas (virtual campus), kantor (teleconference),
galeni seni (virtual museum), rumah sakit (tele-medicine).
Bahaya
Public Cyberspace
Bahaya utama cyberspace adalah
bila orang memasuki ‘batas’ (border) yang seharusnya tidak ia lewati (batas
hasrat, fantasi, kesenangan, gairah). Melewati batas berarti menjadi over,
menjadi hyper atau menjadi ekstnim. Sayangnya, justru tiga sifat inilah yang
menjadi sifat utama cyberspace. Ia menciptakan ‘cyber selfishness’, seorang
yang tidak bertanggung jawab secara sosial.
Pada kenyatannya
‘egalitanianisme’ itu tidak terbentuk, sebab tetap saja ada elit yang
mendominasi komunikasi cyberspace. Tetap terjadi ‘Cyber Western Imperialism’. Eksklusivitas
tetap menjadi sifat cyberspace, sebab akses tetap terbatas untuk orang - orang
tertentu. ‘Kebaruan’ (newness) menjadi obsesi utama cybernis, sehingga terjadi
semacam pemuiaan terhadap masa depan (future worship), dan sebaliknya pelecehan
terhadap masa lalu, tradisi, nilai moral, dan keanifan budaya, yang dianggap
sebagai nonsense.
Cybercrime
Saat ini ternyata kejahatan
cybercrime melalui Internet di Indonesia berada di urutan kedua setelah
korupsi. Hal ini berdasarkan hasil riset terkini yang dilakukan oleh
perusahaan sekuriti ClearCommerce (Clearcommerce.com) yang bermarkas di Texas,
Amerika Serikat. Menurut data tersebut, 20 persen dari total transaksi kartu
kredit dari Indonesia di Internet adalah fraud.
Tidak heran jika kondisi itu semakin
memperparah sektor bisnis di dalam negeri, khususnya yang memanfaatkan
teknologi informasi (TI). Berdasarkan hasil survei CastleAsia (CastleAsia.com)
yang dilansir pada bulan Januari 2002, menunjukkan bahwa hanya 15 persen
responden Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia yang bersedia menggunakan
Internet Banking. Dari 85 persen sisanya, setengahnya beralasan khawatir dengan
keamanan transaksi di Internet.
Dari data tersebut terlihat bahwa
tingginya angka cybercrime akan berpengaruh secara langsung pada sektor bisnis
skala kecil, menengah dan besar. Pengaruh tidak langsungnya adalah memburuknya
citra Indonesia di mata komunitas Internet dunia. Tidak itu saja. Pada tingkat
yang lebih luas, hasil survei yang dilakukan pada tahun 2002 atas kerja sama
Federal Bureau of Investigation’s (FBI) dan Computer Security Institute (CSI)
menunjukkan bahwa kerugian akibat serangan cybercrime mencapai nilai sebesar
US$ 170.827.000 pada kategori pencurian informasi dan US$ 115.753.000 pada
kategori financial fraud (www.gocsi.com).
Bahkan, hasil survei yang sama
juga menunjukkan kerugian sebesar US$ 4.503.000 akibat penyalahgunaan otoritas
oleh orang dalam organisasi itu sendiri. Hal ini dimungkinkan dengan
memanfaatkan kelemahan pada sistem keamanan jaringan internal yang kurang
diperhatikan. Data tersebut menunjukkan bahwa saat sebagian pihak menekankan
pentingnya sisi keamanan Internet, sisi keamanan jaringan internal, termasuk di
dalamnya perilaku pengguna yang kurang tepat, ternyata juga berpotensi menimbulkan
kerugian cukup besar, karena kurang mendapat perhatian yang memadai.
Secara umum, dari survei yang
dilakukan UCLA Centre for Communicaiton Policy (www.ccp.ucla.edu) pada bulan
November 2001 menunjukkan bahwa 79,7 persen responden sangat peduli terhadap
keamanan data kartu kredit ketika bertransaksi via Internet. Ditegaskan pula
bahwa 56,5 persen responden pengguna Internet dan 74,5 persen responden
non-pengguna Internet menyepakati bahwa menggunakan Internet memiliki risiko
pada keamanan data pribadi.
Peran
CTF:
·
Pusat
komando dan informasi
·
Membangun
hubungan kerja yang baik dengan infrastruktur kritis
·
Mengumpulkan/menganalisa
informasi
·
Merespon
segera situasi darurat untuk memperkecil kerusakan
·
Intrusion
Detection System
Perkembangan Internet dan umumnya
dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-hal yang postif. Salah satu hal
negatif yang merupakan efek dari perkembangan internet antara lain adalah
kejahatan di dunia cyber atau, cybercrime. Beberapa contoh kasus cybercrime di
Indonesia :
·
Pencurian
dan penggunaan account Internet milik orang lain
Salah satu
kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account
pelanggan mereka yang “dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Pencurian
account cukup dengan menangkap “user_id” dan “password” saja. Akibat dari
pencurian ini, penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut.
·
Membajak
situs web
Salah satu kegiatan yang sering dilakukan
oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface.
Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan.
·
Probing
dan port scanning
Salah satu langkah yang dilakukan
cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian.
Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan “port scanning” atau “probing”
untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai
contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan
program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya.
·
Penanganan
Kasus-Kasus Cybercrime
IDCERT (Indonesia
Computer Emergency Response Team), IDCERT merupakan CERT Indonesia yang menjadi
point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah kemanan.
·
Sertifikasi
perangkat security
Perangkat yang
digunakan untuk menanggulangi keamanan semestinya memiliki peringkat kualitas.
Perangkat yang digunakan untuk keperluan pribadi tentunya berbeda dengan
perangkat yang digunakan untuk keperluan militer. Namun sampai saat ini belum
ada institusi yang menangani masalah evaluasi perangkat keamanan di Indonesia.
Di Korea hal tersebut ditangani oleh Korea Information Security Agency.
Cyber Fraud
Wigrantoro Roes Setiyadi, Country
Coordinator GIPI-Indonesia, mendefinisikan beberapa hal yang menyangkut
penipuan melalui Internet ini.
·
Penipuan
terhadap institusi keuangan, termasuk dalam kategori ini antara lain penipuan
dengan modus menggunakan alat pembayaran, seperti kartu kredit dan atau kartu
debit dengan cara berbelanja melalui Internet. Penipuan terhadap institusi
keuangan biasanya diawali dengan pencurian identitas pribadi atau informasi
tentang seseorang, seperti nomor kartu kredit, tanggal lahir, nomor KTP, PIN,
password, dan lain–lain.
·
Penipuan
menggunakan kedok permainan (Gaming Fraud), termasuk dalam kategori ini adalah
tebakan pacuan kuda secara online, judi Internet, tebakan hasil pertandingan
oleh raga, dan lain-lain.
·
Penipuan
dengan kedok penawaran transaksi bisnis, penipuan kategori ini dapat dilakukan
oleh dua belah pihak; pengusaha dan individu. Umumnya dalam bentuk penawaran
investasi atau jual beli barang/jasa.
·
Penipuan
terhadap instansi pemerintah, termasuk dalam kategori ini adalah penipuan
pajak, penipuan dalam proses e-procurement dan layanan e-government, baik yang
dilakukan oleh anggota masyarakat kepada pemerintah maupun oleh aparat
birokrasi kepada rakyat.
Modus Operandi Cybercrime
Brata Mandala, dari
Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat II Ekonomi dan Khusus Mabes Polri,
mengategorikan modus operandi cybercrime ini dalam dua hal.
·
Kejahatan
umum dan terorisme yang difasilitasi oleh Internet. Ini terdiri dari Carding
(creditcard fraud), Bank Offences, e-Mail threats, dan Terorisme.
·
Penyerangan
terhadap computer networks, Internet as a tools and target, yang meliputi DDoS
Attack, Cracking/Deface, Phreaking, Worm/Virus/Attack, dan Massive attack/cyber
terror.
Lebih lanjut,
Mandala mengarakteristikkan cybercrime ini di antaranya, bahwa modal untuk
menyerang relatif sangat murah. Sebuah serangan yang sangat besar/luas, namun
cukup dilakukan dengan menggunakan komputer dan modem yang sederhana. Dapat
dilakukan oleh setiap individu, tidak perlu personil/unit yang besar. Risiko
bagi yang ditangkap (being apprehended) rendah. Sangat sulit melokalisir
tersangka, bahkan kadang-kadang tidak menyadari kalau sedang diserang. Tidak
ada batasan waktu dan tempat, sangat memungkinkan untuk diserang kapan saja
(setiap saat) dan dari mana saja. Kerugian sangat besar/mahal dan meluas
apabila serangan tersebut berhasil.
Cyber Law
Selain itu untuk mengatasi
berbagai permasalahan yang berkaitan dengan cybercrime maka ada Inisiatif untuk
membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama
waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai
transaksi elektronik. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik,
pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan
target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah
banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement
(e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.
Beberapa hal yang mungkin masuk
antara lain hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime),
penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic
banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan,
masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi.
Selain
itu cybercrime law dan regulasi yang tepat di bidang ICT dianggap penting dalam
menarik investasi maupun pengembangan perekonomian yang berbasis IT.
·
Perlunya
Cyber Law
Ø Melindungi integritas pemerintah
dan menjaga reputasi suatu negara.
Ø Membantu negara terhindar dari
menjadi surga bagi pelaku kejahatan, seperti teroris, kejahatan terorganisasir,
dan operasi penipuan.
Ø Membantu negara terhindar dari
sebutan sebagai tempat yang nyaman untuk menyimpan aplikasi atau data hasil
kejahatan cybercrime.
Ø Meningkatkan kepercayaan pasar
karena adanya kepastian hukum yang mampu melindungi kepentingan dalam berusaha.
Ø Memberikan perlindungan
terhadap data yang tergolong khusus (classified), rahasia, informasi yang
bersifat pribadi, data pengadilan kriminal, dan data publik yang dianggap perlu
untuk dilindungi.
Ø Melindungi konsumen, membantu
penegakan hukum, dan aktivitas intelligen.
Masalah-Masalah Etika Komputer
E-commerce yaitu bisnis melalui
internet, melahirkan implikasi negatif : bermacam kejahatan, penipuan dan
kerugian karena anonymouse-an tadi.
Kejahatan komputer kejahatan yang
dilakukan dengan komputer sebagai basis teknologinya, seperti: virus, spam,
penyadapan, carding, Denial of Service (DoS).
·
Cyber
ethics
Ø Diperlukan adanya aturan tak
tertulis yaitu Netiket, Emoticon
Ø Pelanggaran HAKI
Ø Tanggung jawab profesi
·
Persentasi
Pelaku Kejahatan Penipuan Berdasarkan Negara
Ø E-mail
: 68,4 %
Ø Web Page
: 13,4 %
Ø Phone
: 9,6 %
Ø Physical Mail
:
4,2 %
Ø Printed Material
: 1,9 %
Ø In Person
: 1
Ø Chat Room
: 0,8
Ø Fax
: 0,8
Pelanggaran Etika TI Yang Telah Terjadi Di Indonesia
·
CD
bajakan dijual bebas di mana-mana, sejak 1990-an.
·
Carding
mulai marak bertaburan di Yogyakarta, 2000.
·
Plesetan
nama domain klick BCA online, 2001.
·
Website
Mentawai dihack orang, 2005.
·
Website
BNI 46 dideface,
·
Website
BI dihack (2005),
·
Website
PKS dan Golkar diusili, 2005 pada Pilkada.
·
Website
Harian Bisnis Indonesia dihack, 2005, saat puasa.
·
Cyber
terorism mulai melanda di Indonesia, 2005, contohnya :
·
DR.
Azahari. Cyber psycho, 2005,
·
Kerajaan
Tuhan Lia Eden.
·
Beredar
foto syur mirip artis Mayang Sari dan mirip Bambang Tri, 2005, Nia Ramadhan,
2006.
·
Beredar
foto jenaka SBY dan Roy Suryo hasil croping di internet.
·
Tahun
2006 adanya isu kenaikan TDL,
·
adanya
isu PNS,
·
website
TV7 (2006).
·
Judi
pun memasuki dunia maya, mulai marak tahun 2006.
Akibat Dari Ketiadan Pengaturan Keamanan IT
·
Penyalahgunaan
oleh perusahaan terhadap data dan informasi pelanggan yang diserahkan sebagai
persyaratan transaksi bisnis.
·
Terjadinya
kasus kartu tanda penduduk yang berlainan dengan data dan informasi dari yang
sebenarnya.
·
Terjadinya
kejahatan yang bermula dari pencarian data dan informasi seseorang.
·
Penghilangan
identitas atas data dan informasi dari pelaku kejahatan, seperti illegal
logging, fishing, mining dan money laundering, praktik perbankan illegal dan
lain sebagainya.
·
Pelanggaran
privasi atas data dan informasi seseorang.
No comments:
Post a Comment